Monday 2 November 2015

My Favourite Things pt.4

Hari ini rencananya saya menulis dengan tema "Kak Maya Jalan-Jalan" alias sebuah revolusi besar dalam kehidupan. Karena saya malas keluar rumah, atau keluar kamar di hari Minggu. Yang panas. Dan ke tempat yang jauh. Tapi baiklah, saya ceritakan saja, kemarin saya pergi ke tempat yang berjarak 72 km dari Jogja. Sebuah pantai. Dan pantainya bagus, banyak airnya. Dan warnanya biru. 

Dan karena sudah kadung janji dengan Bung Samid di suatu hari, maka saya lanjutkan saja pembahasan tentang komik favorit.

LOH LOH TAPI MB??? Sudahlah, janji itu lebih penting dari cerita kak Maya jalan-jalan. Aku mah apa atuh hanya sebutir debu di ujung rambut Mba Mariko mailaff miamore milord i'm not worthy to breath the same air as you mba :(



Mongomong, Mba Mar akan membintangi film Terraformars garapan Miike Takashi milord. Aduh mba, saya pasti akan tonton.
MBA MAR :')
Tapi baiklah, mari kita lanjutkan pembahasannya


2. Doraemon (Fujiko F.Fujio)




Suatu kesalahan besar jika tidak mencantumkan maha karya ini dalam daftar saya. Bercerita tentang robot kucing berwarna biru bernama Doraemon, yang dikirim dari abad 22 (tepatnya tahun 2112) ke masa kini (kapan? sepertinya tahun 1969) untuk memperbaiki nasib seorang anak bernama Nobita.

Jalan ceritanya tidak perlu dijelaskan, karena saya yakin Anda adalah manusia yang baik dan berbudi sudah hafal di luar kepala cerita robot kucing ini. Tumbuh besar di era 90-an, tentu kita sudah mafhum dengan cerita Doraemon, atau paling tidak pernah membaca satu bukunya. Atau menonton satu episodenya. Apa? Belum pernah? Bersiaplah mendengar ceramah saya tentang Doraemon.

Doraemon, ah...Doraemon. Saya rasa ini adalah persentuhan awal diri ini dengan media buku (komik, tapi ashudahlah), setelah buku belajar membaca tentunya. Begitu pula dengan anime-nya, ini adalah konten televisi pertama yang saya tonton, bersama dengan Pendekar Bayang-Bayang Merah dan Dash Yankuro (ngerasa tua ngga sih tahu dua anime ini). Dan hingga sekarang, dua puluh sekian tahun berlalu, menonton Doraemon adalah suatu keharusan. 




Dari dulu, saya terpukau dengan Doraemon. Mungkin karena sosoknya yang lucu. Mungkin pula dengan imajinasi duo pengarangnya yang luar biasa. Doraemon adalah cerita sains fiksi yang sungguh menyenangkan untuk dibaca. Untuk menceritakan tentang sesuau yang futuristik, Doraemon tidak merasa perlu untuk membuat bahasa yang asing, seperti Klingon. Untuk menceritakan tentang masa depan, Doraemon tidak memerlukan pesawat luar angkasa super canggih. Cukup dengan sebuah robot kucing yang sangat lucu, bersahabat, dengan kantong 4 dimensi-nya. Sosok yang asangat lucu, yang membuat saya rela pulang-pergi ke Jakarta hanya untuk melihat sosoknya di JakJapan Matsuri tahun 2010. Dan sosok yang sama diangkat Kementerian Luar Negeri Jepang sebagai diplomat...ya...diplomat resmi Negeri Sakura.

 Dan ya, saya rasa ini pilihan yang cerdas dari Fujiko F.Fujio. Pembaca dan penonton tidak akan merasa terintimidasi dengan sosok Doraemon, maupun dengan alat-alatnya, yang dibingkai dengan bentuk sederhana. Roti pengingat misalnya, atau senter pembesar dan pengecil, atau kamera...saya lupa, bentuknya seperti polaroid. Tidak ada yang berbentuk sangat canggih, semuanya adalah barang-barang yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, mesin waktu yang fenomenal itu hanya bisa diakses dari laci meja belaar Nobita.

Tapi kesederhanaan itu tidak membuat Doraemon kehilangan sentuhan futuristik, atau sesuatu hal yang membuat kita berkata "ah...". Doraemon dengan jahil bermain-main dengan logika, menawarkan sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan manusia modern. Bahkan beberapa barangnya dapat menimbulkan goncangan sosial-ekonomi jika terwujud. Industri transportasi mungkin akan kolaps jika Dokodemo doa  atau Pintu Ke Mana Saja dan Baling Baling Bambu benar-benar terwujud. Ah saya tidak punya kapasitas lebih untuk membahasnya lebih lanjut. Karena Bung Djarwo dengan sangar sudah membahasnya.

Walau bertema sains fiksi, Doraemon tetap menyisipkan cerita-cerita yang mengena di hati. Cerita tentang Boneka Daruma dan Nenek Nobita hingga sekarang masih membuat saya menitikkan air mata. Ah...mungkin saat pertama kali membaca, saya baru saja kehilangan nenek. Atau"Selamat Tinggal Doraemon" yang selalu sukses membuat saya mewek walau sudah ratusan kali dibaca.

Karena ya, saya tidak bisa membayangkan dunia tanpa Doraemon. Saya tidak bisa membayangkan di suatu masa nanti, akan ada hari Minggu tanpa tayangan Doraemon. Dan pada saat itu, saya pikir kiamat kecil sudah terjadi. Paling tidak dalam kehidupan saya ini.

La...la...la...aku sayang sekali Doraemon.



Cemilan: Bakso Tusuk
(mune no oku ni) BGM: Love in Portofino - Andrea Bocelli


No comments:

Post a Comment